BAB II
POSTULAT EINSTEIN
A. Ruang
Mutlak dan Eter
Salah satu konsekuensi transformasi kecepatan
Galilean adalah bahwa jika seorang pengamat tengah melakukan pengukuran sinyal
cahaya yang merambat dengan kecepatan
c
= 3,0 x 108 ms-1, pengamat lain yang tengah melakukan
pengukuran terhadapnya akan mendapatkan bahwa sinyal cahaya yang sama tersebut
merambat dngan kecepatan yang tidak sama dengan c. Apa yang ditentukan dalam kerangka acuan tersebut memunculkan
pertanyaan, bahwa jika ada seorang pengamat yang berada di posisi relatif diam
terhadap kerangka acuan tersebut, apakah pengamat yang diistimewakan ini akan
memperoleh nilai c untuk kecepatan
sinyal-sinyal cahaya?
Sebelum
datangnya era Einstein, dipercayai secara mutlak bahwa pengamat yang
diistimewakan ini sama dengan pengamat yang menganut persamaan Maxwell.
Persamaan Maxwell menjelaskan teori elektromagnetika dan memperkirakan bahwa
gelombang elektromagnetik akan merambat dengan kecepatan
3 x 108 m/s. Ruang yang berada
dalam posisi diam terhadap pengamat yang diistimewakan ini dinamakan “ruang
mutlak”. Semua pengamat yang bergerak terhadap ruang mutlak ini akan mendapati
kcepatn cahaya yang berbeda dengan c.
Oleh karena cahaya meruapakan gelombang elektromagnetika, maka yang dirasakan
oleh para fisikawan pada abad ke-19 adalah harus tersedianya suatu medium
sebagai tempat perambatan cahaya. Dengan demikian, dipostulatkanlah “eter”
untuk mewakili seluruh ruang mutlak.
B. Percobaan Michelson-Morley
Pada tahun 1887, A.A.
Michelson dan E.W. Morley mencoba menemukan kecepatan absolut bumi terhadap
eter. Untuk mengukur kecepatan eter (yang pada saat itu dipercaya sebagai
medium gelombang cahaya merambat), Michelson dan Morley merancang suatu alat
ukur interferensi gelombang cahaya. Alat ini menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, diperlukan kecepatan tinggi untuk mengukur kecepatan cahaya dalam
arah yang berbeda-beda. Misalkan kita asumsikan bahwa eter diam tehadap
matahari. Kecepatan orbit bumi terhadap matahari, atau terhadap eter sebesar 3
x 104 ms-1. Kecepatan cahya terhadap eter (atau terhadap
matahari) sebesar 3 x 108 ms-1. Ini berarti, perubahan
kecepatan cahaya jika diukur seorang pengamat di bumi sbesar
= 10-4. Untuk mengukur perubahan
sebesar 10-4 dengan mata biasa tentunya tidaklah mungkin, sehingga
Michelson dan Morley merancang suatu lat yang disebut interferometer
Michelson-Morley.
Jika eter memang ada
dan kecepatan cahaya bergantung pengamat, maka dengan alat tersebut dapatlah
diukur perbedaannya. Karena cahya bersifat gelombang, maka diharapkan perbedaan
kecepatan tersebut akan menghasilkan pola interferensi. Hasil
percobaan tersebut menyatakan “tidak
adanya gerak yang dapat terdeteksi di
dalam eter”.
C. Pengukuran Panjang dan Waktu-Sebuah
Pertanyaan Mendasar
Salah
satu unsur yang berlaku umum untuk kedua hasil percobaan Michelson-Morley yang
nihil tersebut, dan fakta bahwa persamaan-persamaan Maxwell hanya berlaku untuk
pengamat yang diistimewakan adalah transformasi Galilean. Transformasi yang
“nyata” ini dikaji ulang oleh Einstein melalui apa yang diistilahkannya sebagai
sudut pandang “operasional”. Einstein mengambil pendekatan bahwa setiap besaran
yang berhubungan dengan teori fisika, setidaknya dalam hal prinsip, memiliki
prosedur yang jelas mengenai bagaimana kuantitas tersebut diukur. Jika suatu
prosedut tidak dapat diformulasikan, maka besaran tersebut tidak dapat
digunakan dalam fisika.
Einstein
dapat menemukan bahwa tidak ada alasan yang kuat secara operasional untuk
membenarkan transformasi Galilean t’
= t, yaitu sebuah pernyataan yang
menyebutkan bahwa dua orang pengamat dapat mengukur waktu yang sama untuk
sebuah kejadian. Konsekuensinya, transformasi t’ = t, dan
transformasi-transformasi Galilean sisanya ditolak oleh Einstein.
Contoh
Soal
2.1. Anggaplah
bahwa jam B terletak sejarak L dari seorang pengamat. Jelaskanlah
bagaimana jam ini dapat disinkronkan dengan jam A yang berada di lokasi pengamat.
Jawab:
Aturlah jam B untuk menunjukkan tB
= L/c. Pada tA = 0
(sebagaimana dicatat oleh jam A),
kirimlah sinyal ke jam B yang berada
di kejauhan tersebut. Jalankan jam B
ketika sinyal tersebut mengenainya.
2.2. Sebuah
lampu kilat kamera diletakkan 30 km jauhnya dari seorang pengamat. Lampu
tersebut dinyalakan dan sang pengamat pun dapat melihat kilatan cahayanya pada
pukul 13.00. Pada pukul berapakah sebenarnya lampu tersebut dinyalakan?
Jawab:
Waktu yang dibutuhkan oleh sinyal
cahaya lampu tersebut untuk merambat sejauh 30 km adalah:
Oleh karena itu, lampu kilat kamera
itu dinyalakan
sebelum pukul 13.00.
2.3. Sebuah
batang bergerak dari kiri ke kanan. Pada saat ujung kiri batang tersebut
melewati kamera, diambillah gambar batang tersebut beserta sebuah meteran ukur
stasioner.
Dalam proses pengeditan gambar, ujung kiri batang menunjukkan ke angka nol dan
ujung kanan batang menunjuk ke angka 0,90 m di meteran ukur tersebut. Jika
batang tersebut bergerak dengan kecepatan 0,8c terhadap kamera, tentukanlah panjang aktual batang tersebut!
Jawab:
Ketika sinyal cahaya dari ujung
kanan batang terekam oleh kamera, maka sinyal itu berangkat dari titik 0,90 m
pada suatu waktu lebih awal yang besarnya:
Dalam interval waktu tersebut, ujung kiri
batang akan bertambah panjang sebesar 
Oleh karena itu, panjang aktual batang
adalah
. Hasil ini menunjukkan
bahwa mengambil foto sebuah batang yang sedang bergerak tidak akan memberikan
ukuran panjang yang benar.
D. Postulat Einstein
Gagasan dasar dari
teori relativitas khusus adalah bahwa jika kita berada di dalam suatu kamar
yang tertutup, kita sama sekali tidak dapat membedakan apakah kamar tersebut
bergerak atau diam. Jika kamar tersebut secara tiba-tiba berhenti tentu kita
dapat mengetahuinya, begitu pula jika kamar tiba-tiba bergerak dari keadaan
diam, atau berputar mengelilingi sumbu tertentu, kita dapat merasakannya. Tetapi,
jika kamar tersebut bergerak dalam satu garis lurus dengan kecepatan konstan
dan tidak mengalami akselerasi dalam bentuk apapun, maka orang yang berada di
dalam kamar tersebut tidak dapat mengetahui apakah kamar tersebut bergerak atau
diam. Bahkan jika kamar tersebut memiliki jendela, sehingga kita yang berada di
dalamnya dapat melihat keluar, dan misalkan kita melihat ada suatu benda yang
bergerak mendekat, kita yang berada di dalam tetap tidak mengetahui apakah kita
yang mendekati benda tersebut atau benda tersebut yang mendekati kita.
Permasalahan
yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini ternyata baru berhasil
terpecahkan dengan teori relativitas
khusus yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan
waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert
Einstein pada tahun 1905.
1. Asas
relativitas: hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua lembam.
2. Ketidakubahan
laju cahaya: laju cahaya memiliki nilai c
yang sama dalam semua sistem lembam.
Postulat pertama pada
dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan
untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak, yang dapat kita ukur hanyalah
laju relatif dari dua sistem lembam.
Dengan demikian, pertanyaan tentang keberadaan ruang mutlak tidak lagi
bermanfaat. Mungkin saja terdapat suatu Sistem Acuan Semesta Agung, tetapi
tidak ada satupun percobaan yang dapat kita lakukan untuk menyingkap
keberadaannya (atau hubungan kita dengannya). Karena itu, kita dapat saja
mengabaikan keberadaan ruang mutlak ini dengan alasan bahwa kita hanya menambah
kerumitan yang tidak ada manfaatnya.
Postulat pertama merupaka perluasan dari postulat
relativitas pada era Newton. Postulat relativitas Newton menyatakan hukum
mekanika (yaitu ketiga buah Hukum Newton) invarian untuk semua kerangka acuan
yang inersial. Sedangkan Einstein memperluasnya menjadi tak hanya mekanika saja
yang harus invarian terhadap semua kerangka acuan inersial, tetapi juga
hukum-hukum yang ada pada kelistrikan dan kemagnetan, misalnya Hukum Gauss,
Hukum Biot-Savart, Hukum Faraday, Hukum Ampere yang semuanya tegabung dalam
persamaan Maxwell.
Postulat
kedua kelihatannya tegas dan pula seolah-olah sederhana. Percobaan
Michelson-Morley memang tampaknya menunjukkan bahwa laju cahaya dalam arah
lawan-turut dan silang adalah sama. Dan postulat kedua semata-mata menegaskan
fakta ini bahwa laju cahaya adalah sama bgi semua pengamat, sekalipun mereka
dalam keadaan gerak relatif. Sebagai contoh, andaikan dua pesawat roket sedang
saling mendekati dengan laju relatif c/2,
ketika salah satu pesawat roket itu menembakkan seberkas cahaya menuju pesawat
lainnya. Pesawat roket kedua ini tidak akan mengukur bahwa laju berkas cahaya
yang mendekatinya adalah c + (c/2) sebagaimana diperkirakan berlaku
menurut relativitas Galileo, yakni persamaan V’z = Vx – u, tetapi malahan tetap c.
Postulat
kedua di atas yang “tidak sesuai” dengan pengalaman sehari-hari. Kita biasanya
mengamati kecepatan yang rendah, misalnya mobil bergerak, kecepatan kereta api.
Pengalaman kita selama ini adalah jika kita naik mobil dengan kcepatan v berpapasan dengan mobil lain yang
kecepatannya v, maka kecepatan
relatif kita terhadap mobil tadi sebesar
v1
+
v2. Jika mobil kita searah
maka kecepatan relatifnya v1 -
v2. Postulat kedua
berkaitan dengan kecepatan cahaya c =
3,0 x 108 ms-1 yang besar, sehingga tak pernah kita amati
dalam kehidupan sehari-hari. Perlu ditekankan, dari postulat kedua dapat
disimpulkan bahwa kecepatan benda tak hanya dibatasi sebesar-besarnya adalah c. Bisa saja kecepatan benda
v
>
c, walaupun akibatnya massa diam
(massa ketika benda diam) benda bernilai imajiner. Massa suatu benda bergerak
tetap riil atau bernilai positif. Sehingga benda yang kecepatan geraknya lebih
besar dari kecepatan cahaya tak pernah diam, selalu bergerak. Contohnya cahaya
itu sendiri (photon). Benda-benda dengan v
> c disebut tachyon. Sampai saat ini, orang belum
berhasil membuktikan keberadaan tachyon.
Akibat
Postulat Einstein
Akibat
dari postulat Einstein ini adalah pengertian ruang dan waktu, sifat
transformasi antarkerangka acuan inersial dan definisi keserentakan harus
diperbaiki. Dalam era Newton, ruang diambil sebagai kuantitas relatif sedangkan
waktu dipandang sebagai kuantitas mutlak. Salah satu konsekuensi penting dari
postulat relativitas Einstein adalah waktu tak dapat dipandang sebagai
kuantitas mutlak. Sehingga kuantitas ruang dan waktu bersifat relatif. Ii
berakibat harus ditinjau kembalinya pengertian peristiwa serentak dalam teori
relativitas Einstein.
Dua
peristiwa dikatakan serentak jika peristiwa itu muncul pada waktu yang sama.
Untuk peristiwa yang dekat dengan pengamat, keserentakan peristiwa tersebut
mudah terlihat. Tetapi, untuk peristiwa yang cukup jauh dari kita, maka cukup
menyulitkan untuk memutuskan
keserentakannya. Karena informasi tersebut dibawa oleh cahaya untuk sampai ke
pengamat yang tentunya memerlukan waktu.
Tinjau
dua pengamat
dan
.
menembakkan seberkas cahaya menuju sebuah
cermin berjarak L darinya dan
kemudian mengukur selang waktu 2 ∆t yang dibutuhkan berkas tersebut untuk
menempuh jarak ke cermin dan kemudian terpantulkan kembali ke
. (Tentu saja L = c
∆t). Pengamat
sedang bergerak dengan laju tetap u. Menurut pandang
, pengiriman dan
penerimaan berkas cahaya ini sama, dan
bergerak menjauhinya (
) dalam tegak lurus.
Percobaan yang sama dari sudut pandang
, yang menurutnya
sedang bergerak dengan kecepatan –u. Menurut pandangan
ini, berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2 ∆t’ kemudian.
Jarak AB baginya adalah 2u ∆t’. Menurut
, berkas cahaya
menempuh jarak 2L dalam selang waktu
2 ∆t, sedangkan menurut
, berkas cahaya itu
menempuh lintasan AMB yang berjarak
dalam selang waktu
. Menurut relativitas
Galileo,
=
, dan
mengukur laju cahaya sehingga laju cahaya
menurut pengukuran
adalah
. Menurut postulat
kedua Einstein, ini tidaklah mungkin karena baik
maupun
kedua-duanya haruslah mengukur laju cahaya
yang sama, yakni c. Oleh karena itu,
dan
haruslah berbeda. Hubungan antara
dan
dapat kita cari dengan
mengambil kedua pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut
, c = 2L/2
, jadi L = c
. Menurut
, c = 2
, jadi c
=
. Dengan menggabungkan
keduanya, kita dapati
c
= 
dan pemecahannya bagi
adalah
Hubungan di atas
merangkumkan efek yang dikenal sebagai pemuluran waktu (time dilation). Menurut persamaan
, pengamat
mengukur selang waktu yang lebih lama daripada
yang diukur
. Ini adalah suatu
hasil umum dalam relativitas khusus, yang dapat kita jelaskan sebagai berikut.
Tinjau suatu kejadian yang lamanya ∆t.
Seorang pengamat
yang diam terhadap
kejadian itu (awal dan akhir kejadian berlangsung pada titik yang sama dalam
ruang, menurut
) mengukur selang waktu
∆t, yang dikenal sebagai waktu sejati
(proper time). Seorang pengamat
yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap
akan mengukur selang waktu ∆t’ yang lebih lama bagi kejadian yang
sama ini. Selang waktu ∆t’ selalu
lebih lama daripada ∆t, tidak peduli
berapa besar atau arah dari u.
Perlu
ditekankan bahwa efek ini nyata, tidak hanya berlaku bagi jam-jam yang didasarkan
pada berkas-berkas cahaya tetapi juga bagi waktu itu sendiri; semua jam akan
berjalan lebih lambat menurut seorang pengamat yang berada dalam keadaan gerak
relatif, termasuk jam biologis. Begitupun pertumbuhan usia dan peluruhan sistem
hayati mengalami perlambatan karena efek pemuluran waktu.
Efek
pemuluran waktu ini dapat diamati dalam berbagai macam percobaan. Sebagai
contoh, kita tinjau penciptaan dan peluruhan partikel elementer muon. (Muon
dapat dihasilkan dalam tumbukan berenergi tinggi antara partikel-partikel lain).
Dalam kerangka diam muon, penciptaan muon dan peluruhannya kemudian (menjadi
sebuah elektron dan partikel-partikel lain yang disebut neutrino) berlangsung
pada titik yang sama dalam ruang. Oleh karena itu, waktu hidupnya sebagaimana
diukur dalam kerangka acuan itu adalah selang waktu sejati ∆t. Selang waktu ini
dapat diukur dalam laboratorium, dan didapati sekitar 2 x 10-6 s.
Muon juga dihasilkan ketika partikel berenergi tinggi yang disebut sinar kosmik
bertumbukan dengan atom pada atmosfer teratas. Muon yang tercipta ini kemudian
dengan segera menghambur menuju tanah dengan laju yang hampir sama dengan laju
cahaya. Jika muon ini hidup selama 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan
kita di tanah dan mereka bergerak dengan laju mendekati
3 x 108 ms-1,
maka mereka yang paling jauh hanya dapat menempuh jarak sekitar 600 m, suatu
jarak yang amat pendek bila dibandingkan dengan ketinggian atmosfer yang
melebihi 100 km. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak akan pernah melihat
muon ini pada permukaan bumi, namun kenyataannya mereka masih teramati berada
dalam jumlah besar. Penjelasannya terletak pada efek pemuluran waktu. Muon
memang hanya hidup selama 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan mereka
sendiri, tetapi bila dipandang dari kerangka acuan kita, yang melaju menuju
muon itu dengan laju tinggi, maka selang waktu ini menjadi lebih lama.
Contoh Soal
2.4.
Berapa cepatkah muon harus bergerak agar
mereka masih tetap “hidup” ketika tiba di permukaan bumi?
Jawab:
Anggaplah muon itu
bergerak dengan laju menghampiri c.
Untuk menempuh jarak 100 km, mereka membutuhkan waktu sekitar 
dan darinya
Marilah
sekarang kita kembali ke percobaan semula dengan pengamat
dan
. Misalkan sekarang
bahwa
bergerak sejajar dengan berkas cahaya.
Andaikanlah kita meninjau percobaannya dari sudut pandang
, maka untuk perjalanan
berkas cahaya menuju cermin dalam selang waktu
,
mengamati bahwa cahaya itu menempuh jarak
, karena baginya, dalam
selang waktu itu, cermin telah bergerak menuju sumber sejauh
. Karena pengamat
juga mengukur laju
cahaya adalah c, maka ia
berkesimpulan bahwa
Begitupun pula, berkas
cahaya yang dipantulkan kembali ke sumbernya, dalam selang waktu
; menempuh jarak
. Oleh karena itu,
Jika kita mengambil 2 ∆t’ sebagai
selang waktu total bagi perjalanan bolak-balik berkas cahaya (sebagaimana
diambil oleh
), maka
2 ∆t’ = 
=
+
= 
Kita mengetahui bahwa
mengukur laju c yang sama bagi berkas cahaya itu, yang
menurutnya menempuh jarak 2L dalam
waktu 2 ∆t. Begitupula, kita
mengetahui bahwa
. Dengan menggabungkan
hasil-hasil ini, kita peroleh
Jadi, panjang
menurut
lebih pendek daripada panjang
menurut
. Hasil ini dikenal
sebagai penyusutan panjang (length
contraction).
Penyusutan
panjang merupakan suatu hasil umum dan tidak ada sangkut pautnya dengan
pengukuran panjang yang kita lakukan secara langsung. Panjang objek yang diukur
dalam suatu kerangka pengamatan dimana objeknya diam, dikenal sebagai panjang
sejati (proper length), sedangkan
panjang yang diukur dalam kerangka pengamatan yang bergerak dengan laju tetap
terhadap kerangka diam objek akan menjadi lebih pendek sebanyak yang diberikan
oleh persamaan
. penyusutan panjang
hanya terjadi sepanjang arah gerak. Semua komponen arah lainnya (tegak lurus
arah gerak) tidak terpengaruh.
Perlu
ditekankan bahwa seperti halnya dengan pemuluran waktu, efek ini juga nyata,
yang terjadi bagi semua pengamat dalam keadaan gerak relatif. Bagi seorang
pengamat yang berada dalam sebuah pesawat roket yang sedang melewati bumi, kita
akan tampak baginya. Namun, kita sama sekali tidak merasakan efek ini. Tentu
saja karena ada yang berubah bagi ita dalam kerangka acuan. Begitupula
pengamatan kita terhadap pesawat roket yang melewati kita tersebut.
Apabila
diasumsikan dalam suatu gambar, maka gambar pengamatan tentang objek ini adalah
hal yang ideal karena mata kita tidak dapat melihat penyusutan panjang ini
seperti yang diperlihatkan dalam gambar, begitupula dengan kamera yang
memotretnya. Untuk memahami mengapa demikian, ingatlah bahwa retina mata kita
atau film kamera, hanya memberi tanggapan terhadap suatu deretan bayangan yang
jatuh mengenai permukaan retina atau film pada saat yang sama. Misalnya, cahaya
dari sisi alas suatu benda menempuh jarak lebih pendek daripada sisi depannya,
sehingga cahaya yang dipancarkan lebih dulu dari sisi depan akan mencapai film
kamera pada saat yang sama dengan cahaya yang dipancarkan pada waktu yang
belakangan dari sisi alasnya. Jadi, ketika kubus berada langsung di atas kepala
kita, kita “melihat” sisi bawah dan sisi depannya secara serempak. Satu-satunya
jalan agar hal ini dapat terjadi adalah jika kubus tampak sedikit berputar.
Karena
jam yang berada dalam sistem koordinat yang sedang bergerak relatif berjalan
dengan laju (rate) berbeda, maka
konsep kita tentang “waktu mutlak” tidak lagi berlaku. Begitu pula dua
peristiwa yang terjadi secara serempak dalam satu kerangka acuan tidak akan
lagi serempak dalam kerangka acuan lain yang sedang bergerak. Contoh berikut
memberikan kita gambaran tentang beberapa kesulitan (salah paham) yang dapat
muncul dari situasi ini.
Contoh soal
2.5.
Seorang pengawas antarplanet mencatat
laporan berikut lewat komunikasi elektronik dari sebuah pesawat antariksa yang
sedang melewatinya: “Ketika sebuah pesawat lain mendekat, saya kendalikan
pesawat saya sedemikian rupa sehingga tepat sejajar di sisinya. Kemudian tepat
pada penunjukan waktu tertentu, saya melihat bahwa kedua ujung pesawat kami
tepat segaris, seperti yang saya perlihatkan dalam gambar sketsa ini. Pada saat
itu saya menembakkan dua berkas sinar laser dari bagian haluan dan buritan
pesawat saya, yang saya arahkan pada haluan dan buritan pesawat yang sedang
melewati saya itu. Seperti anda ketahui, penembakan berkas sinar laser secara
serempak menyilangi haluan dan buritan pesawat merupakan tanda ucapan
perdamaian dan persahabatan yang telah disepakati bersama. Tetapi, pesawat
tersebut ternyata tidak memberi tanggapan yang bersahabat, malahan balik
menembaki pesawat saya sehingga pesawat saya rusak berat”. Analisislah
peristiwa ini dari sudut pandang pesawat kedua!
Jawab:
Perlu diingat bahwa
dari kerangka acuan pesawat A, panjang pesawat A adalah panjang sejatinya dan
semua objek yang bergerak relatif terhadapnya, panjangnya memendek. Jadi,
meskipun kedua pesawat itu tampak sama panjang dari sudut pandang A, ini
semata-mata menurut kerangka acuan milik A. Panjang sejati pesawat A tampak
sama panjang dengan panjang tersusutkan dari pesawat B. (Oleh karena itu, jelas
bahwa panjang sejati pesawat B haruslah lebih besar daripada panjang sejati
pesawat A). Tentu saja dari kerangka acuan B, kebalikannya juga berlaku.
Panjang pesawat B adalah panjang sejatinya sedangkan panjang pesawat A adalah
panjang tersusutkan, sehingga seorang pengamat dalam pesawat B akan memberikan
laporan sebagai berikut: Ketika sebuah pesawat lain berpapasan dengan pesawat
saya, ia menembakkan seberkas sinar laser menyilangi haluan pesawat saya,
beberapa saat kemudian, ia menembakkan lagi seberkas sinar laser menyilangi
buritan pesawat saya. Karena pesawat yang lewat itu tampak lebih pendek
daripada pesawat saya, haluan dan buritan pesawat kami tidak mungkin dapat
segaris secara serempak, jadi kedua berkas sinar laser itu seharusnya tidak
boleh ia tembakkan secara serempak sebagai tanda ucapan selamat. Karena itu,
saya balik menembakinya.
2.6.
Seorang pengamat sedang berdiri pada
sebuah peron stasiun ketika sebuah kereta api modern berkecepatan tinggi
melewatinya dengan laju u = 0,80c. Pengamat tersebut, yang baginya
panjang peron stasiun adalah 60 m, suatu saat mencatat bahwa ujung depan dan
belakang kereta itu tepat segaris dengan ujung-ujung peron stasiun.
(a)
Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan
kereta untuk melewati sebuah titik tetap pada peron stasiun, menurut pengamat
peron?
(b)
Berapa panjangkah panjang sejati kereta?
(c)
Berapa panjangkah peron stasiun, menurut
pengamat di dalam kereta?
(d)
Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan
sebuah titik tetap pada peron stasiun untuk melewati seluruh badan kereta,
menurut pengamat di dalam kereta?
(e)
Bagi seorang pengamat di dalam kereta,
ujung-ujung kereta tidak akan secara serempak berada segaris dengan ujung-ujung
peron stasiun. Carilah beda waktu antara ketika ujung depan kereta segaris
dengan salah satu ujung peron dan ketika ujung belakang kereta segaris dengan
ujung yang lainnya!
Jawab:
(a)
Untuk melewati sebuah titik tertentu,
kereta api harus menempuh jarak sejauh panjangnya menurut pengukuran pengamat
di peron stasiun. Jadi:

(b)
Karena pengamat di peron mengukur panjang
tersusutkan kereta api (tetapi ia mengukur panjang sejati peron) 60 m, maka
panjang sejati kereta adalah:
(c)
Pengamat di kereta mengamati bahwa peron
stasiun memiliki panjang tersusutkan
, yang berhubungan
dengan panjang sejatinya
melalui hubunga:
(d)
Karena panjang kereta api 100 m, maka:
Perhatikan bahwa selang waktu ini telah
kita sebut
untuk menunjukkan bahwa ia bukanlah selang
waktu sejati. Peristiwa bersilangannya sebuah titik pada peron stasiun dengan
ujung depan kereta kemudian dengan ujung belakangnya tidaklah terjadi pada
titik yang sama dalam ruang menurut pengamat di kereta api. Tentu saja,
dari bagian (a) dan
berkaitan melalui rumus pemuluran waktu.
(e) Selang
waktu antara ketika ujung depan kereta api segaris dengan salah satu ujung
peron stasiun dan ketika ujung belakang kereta api segaris dengan ujung lain
peron stasiun itu adalah tidak lain daripada jarak yang “ditempuh” stasiun, 100
m – 36 m = 64 m, bagi laju relatif, yakni:
Jadi, kedua peristiwa yang tampak
serempak dalam satu kerangka acuan ternyata terjadi dalam selang waktu 2,7 x 10-7
s bagi kerangka acuan lainnya.
Karena
dua pengamat yang dalam keadaan gerak relatif mengukur selang waktu yang
berbeda, maka kita dapat pula bertanya apakah pengukuran frekuensi juga
berbeda. Dalam fisika klasik dipelajari tentang efek Doppler bagi gelombang
suara, yang menerangkan bahwa bila sumber dan pengamat bergerak dengan laju vs
dan vo relatif terhadap zat perantara, maka frekuensi v’ yang didengar pengamat O berbeda dari frekuensi v yang dipancarkan sumber S. Hubungannya adalah
tanda aljabar yang atas
kita pilih apabila S bergerak menuju O, atau O menuju S (v adalah laju gelombang dalam zat
perantara). Karena semua kecepatan diukur terhadap zat perantara (udara tenang,
misalnya), maka gerak sumber memberi pergeseran Doppler yang berbeda dari yang
disebabkan gerak pengamat. Sebagai contoh, untuk gelombang suara dalam udara, v
= 340 m/s. Andaikanlah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1000 Hz.
Jika sumber dan pengamat bergerak saling mendekati dengan laju 30 m/s, maka
kita dapat mencirikan tiga situasi berikut dari banyak kemungkinan lainnya:
1.
Sumber diam dalam zar perantara,
sedangkan pengamat bergerak dengan laju 30 m/s menuju sumber:
2.
Pengamat diam, sumber bergerak menuju
pengamat dengan laju 30 m/s:
3.
Sumber dan pengamat masing-masing
bergerak saling mendekati dengan laju 15 m/s relatif terhadap zat perantara:
Perhatikan bahwa nilai
berbeda untuk ketiga kasus ini. Yang berarti,
kita dapat membedakan “”gerak mutlak” terhadap zat perantara yang merambatkan
gelombang bunyi.
Postulat
pertama Einstein mengatakan bahwa situasi seperti ini tidak mungkin berlaku
bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak membutuhkan zat perantara
(tidak ada “eter”) dan tidak ada percobaan yang dapat mengungkapkan gerak
mutlak. Oleh karena itu, kita mensyaratkan bahwa bagi gelombang cahaya terdapat
rumus pergeseran Doppler yang berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber
dan gerak pengamat, melainkan hanya melibatkan gerak relatif.
Andaikanlah
pengamat O memiliki sumber radiasi
yang memancarkan gelombang cahaya yang berfrekuensi v (menurut pengukuran O).
Pengamat O’, yang sedang bergerak
dengan laju u relatif terhadap O, mengukur frekuensi yang lebih besar
jika ia bergerak menuju O
(lebih banyak muka gelombang
yang melewatinya tiap detik). Sebaliknya, bila ia bergerak menjauhi O, ia mengukur frekuensi yang lebih
kecil.
Marilah
kita tinjau situasi ini dari sudut pandang O’,
untuk kasus jarak antara O’ dan
sumber berkurang (O’ bergerak menuju O). Jika T’ adalah selang waktu antara dua puncak gelombang menurut
pengukuran O’ dan
adalah panjang
gelombang yang dilihat O’, maka
menurut O’, jarak antara dua puncak
gelombang adalah
, karena setelah satu
puncak gelombang tertentu bergerak sejauh
barulah sumber
memancarkan puncak gelombang berikutnya, sementara sumbernya sendiri telah
bergerak sejauh
. Jadi:
Selang waktu
antara dua puncak
gelombang menurut pengukuran O’
berkaitan dengan selang waktu T antara
dua puncak gelombang menurut pengukuran O,
menurut rumus pemuluran waktu
; T berkaitan dengan frekuensi v
yang diukur O menurut hubungan T = 1/v.
Panjang gelombang
yang diukur O’ berkaitan dengan frekuensi v’ yang diukur O’ menurut hubungan c =
. Jadi

atau

Persamaan di atas
merupakan rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan kedua postulat
Einstein. Perhatikan bahwa (tidak seperti halnya dengan rumus klasik) rumus ini
tidak membedakan antara gerak sumber dan pengamat, dan hanya bergantung pada
laju relatif u. (Jika sumbernya
bergerak menjauhi pengamat, maka dalam rumus pergeseran Doppler, ganti u dengan –u).
Bukti yang diperoleh dengan cara ini
menunjukan bahwa hampir semua galaksi yang kita amati sedang bergerak menjauhi
kita. Ini memberikan kesan bahwa alam semesta sedang mengembang, yang lazimnya
diambil sebagai bukti mendukung bagi teori kosmologi “Big Bang”.
Contoh Soal
2.7.
Sebuah galaksi jauh sedang bergerak
menjauhi Bumi dengan laju yang cukup tinggi sehingga garis (spektrum) hidrogen biru berpanjang gelombang 434 nm terekam pada
600 nm, dalam rentang spektrum merah. Berapakah laju galaksi itu relatif terhadap
Bumi?
Jawab:
Karena
, maka
dan persamaan
menunjukkan bahwa galaksi tersebut bergerak
menjauhi Bumi. Dengan demikian, kita peroleh:

atau dengan menggunakan
dan
,


Jadi, galaksi tersebut
bergerak menjauhi Bumi dengan laju 9,3 x 107 m/s.
gambarnya gak keluar
BalasHapusGambarnya tidak aDa
BalasHapus