Sabtu, 27 Juni 2015

FISIKA MODERN



BAB II

POSTULAT EINSTEIN

A.   Ruang Mutlak dan Eter
Salah satu konsekuensi transformasi kecepatan Galilean adalah bahwa jika seorang pengamat tengah melakukan pengukuran sinyal cahaya yang merambat dengan kecepatan
c = 3,0 x 108 ms-1, pengamat lain yang tengah melakukan pengukuran terhadapnya akan mendapatkan bahwa sinyal cahaya yang sama tersebut merambat dngan kecepatan yang tidak sama dengan c. Apa yang ditentukan dalam kerangka acuan tersebut memunculkan pertanyaan, bahwa jika ada seorang pengamat yang berada di posisi relatif diam terhadap kerangka acuan tersebut, apakah pengamat yang diistimewakan ini akan memperoleh nilai c untuk kecepatan sinyal-sinyal cahaya?
Sebelum datangnya era Einstein, dipercayai secara mutlak bahwa pengamat yang diistimewakan ini sama dengan pengamat yang menganut persamaan Maxwell. Persamaan Maxwell menjelaskan teori elektromagnetika dan memperkirakan bahwa gelombang elektromagnetik akan merambat dengan kecepatan  3 x 108 m/s. Ruang yang berada dalam posisi diam terhadap pengamat yang diistimewakan ini dinamakan “ruang mutlak”. Semua pengamat yang bergerak terhadap ruang mutlak ini akan mendapati kcepatn cahaya yang berbeda dengan c. Oleh karena cahaya meruapakan gelombang elektromagnetika, maka yang dirasakan oleh para fisikawan pada abad ke-19 adalah harus tersedianya suatu medium sebagai tempat perambatan cahaya. Dengan demikian, dipostulatkanlah “eter” untuk mewakili seluruh ruang mutlak.
B.  Percobaan Michelson-Morley
Pada tahun 1887, A.A. Michelson dan E.W. Morley mencoba menemukan kecepatan absolut bumi terhadap eter. Untuk mengukur kecepatan eter (yang pada saat itu dipercaya sebagai medium gelombang cahaya merambat), Michelson dan Morley merancang suatu alat ukur interferensi gelombang cahaya. Alat ini menjadi sangat penting. Oleh karena itu, diperlukan kecepatan tinggi untuk mengukur kecepatan cahaya dalam arah yang berbeda-beda. Misalkan kita asumsikan bahwa eter diam tehadap matahari. Kecepatan orbit bumi terhadap matahari, atau terhadap eter sebesar 3 x 104 ms-1. Kecepatan cahya terhadap eter (atau terhadap matahari) sebesar 3 x 108 ms-1. Ini berarti, perubahan kecepatan cahaya jika diukur seorang pengamat di bumi sbesar  = 10-4. Untuk mengukur perubahan sebesar 10-4 ­­dengan mata biasa tentunya tidaklah mungkin, sehingga Michelson dan Morley merancang suatu lat yang disebut interferometer Michelson-Morley.
Jika eter memang ada dan kecepatan cahaya bergantung pengamat, maka dengan alat tersebut dapatlah diukur perbedaannya. Karena cahya bersifat gelombang, maka diharapkan perbedaan kecepatan tersebut akan menghasilkan pola interferensi. Hasil percobaan tersebut menyatakan “tidak adanya gerak yang dapat terdeteksi di dalam eter”.
C.  Pengukuran Panjang dan Waktu-Sebuah Pertanyaan Mendasar
Salah satu unsur yang berlaku umum untuk kedua hasil percobaan Michelson-Morley yang nihil tersebut, dan fakta bahwa persamaan-persamaan Maxwell hanya berlaku untuk pengamat yang diistimewakan adalah transformasi Galilean. Transformasi yang “nyata” ini dikaji ulang oleh Einstein melalui apa yang diistilahkannya sebagai sudut pandang “operasional”. Einstein mengambil pendekatan bahwa setiap besaran yang berhubungan dengan teori fisika, setidaknya dalam hal prinsip, memiliki prosedur yang jelas mengenai bagaimana kuantitas tersebut diukur. Jika suatu prosedut tidak dapat diformulasikan, maka besaran tersebut tidak dapat digunakan dalam fisika.
Einstein dapat menemukan bahwa tidak ada alasan yang kuat secara operasional untuk membenarkan transformasi Galilean t’ = t, yaitu sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa dua orang pengamat dapat mengukur waktu yang sama untuk sebuah kejadian. Konsekuensinya, transformasi t’ = t, dan transformasi-transformasi Galilean sisanya ditolak oleh Einstein.
Contoh Soal
2.1.       Anggaplah bahwa jam B terletak sejarak L dari seorang pengamat. Jelaskanlah bagaimana jam ini dapat disinkronkan dengan jam A yang berada di lokasi pengamat.
Jawab:
Aturlah jam B untuk menunjukkan tB = L/c. Pada tA = 0 (sebagaimana dicatat oleh jam A), kirimlah sinyal ke jam B yang berada di kejauhan tersebut. Jalankan jam B ketika sinyal tersebut mengenainya.
2.2.       Sebuah lampu kilat kamera diletakkan 30 km jauhnya dari seorang pengamat. Lampu tersebut dinyalakan dan sang pengamat pun dapat melihat kilatan cahayanya pada pukul 13.00. Pada pukul berapakah sebenarnya lampu tersebut dinyalakan?
Jawab:
Waktu yang dibutuhkan oleh sinyal cahaya lampu tersebut untuk merambat sejauh 30 km adalah:
Oleh karena itu, lampu kilat kamera itu dinyalakan  sebelum pukul 13.00.
2.3.       Sebuah batang bergerak dari kiri ke kanan. Pada saat ujung kiri batang tersebut melewati kamera, diambillah gambar batang tersebut beserta sebuah meteran ukur stasioner. Dalam proses pengeditan gambar, ujung kiri batang menunjukkan ke angka nol dan ujung kanan batang menunjuk ke angka 0,90 m di meteran ukur tersebut. Jika batang tersebut bergerak dengan kecepatan 0,8c terhadap kamera, tentukanlah panjang aktual batang tersebut!
Jawab:
Ketika sinyal cahaya dari ujung kanan batang terekam oleh kamera, maka sinyal itu berangkat dari titik 0,90 m pada suatu waktu lebih awal yang besarnya:
Dalam interval waktu tersebut, ujung kiri batang akan bertambah panjang sebesar
Oleh karena itu, panjang aktual batang adalah . Hasil ini menunjukkan bahwa mengambil foto sebuah batang yang sedang bergerak tidak akan memberikan ukuran panjang yang benar.

D.  Postulat Einstein
Gagasan dasar dari teori relativitas khusus adalah bahwa jika kita berada di dalam suatu kamar yang tertutup, kita sama sekali tidak dapat membedakan apakah kamar tersebut bergerak atau diam. Jika kamar tersebut secara tiba-tiba berhenti tentu kita dapat mengetahuinya, begitu pula jika kamar tiba-tiba bergerak dari keadaan diam, atau berputar mengelilingi sumbu tertentu, kita dapat merasakannya. Tetapi, jika kamar tersebut bergerak dalam satu garis lurus dengan kecepatan konstan dan tidak mengalami akselerasi dalam bentuk apapun, maka orang yang berada di dalam kamar tersebut tidak dapat mengetahui apakah kamar tersebut bergerak atau diam. Bahkan jika kamar tersebut memiliki jendela, sehingga kita yang berada di dalamnya dapat melihat keluar, dan misalkan kita melihat ada suatu benda yang bergerak mendekat, kita yang berada di dalam tetap tidak mengetahui apakah kita yang mendekati benda tersebut atau benda tersebut yang mendekati kita.
Permasalahan yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini ternyata baru berhasil terpecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.
1.    Asas relativitas: hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua lembam.
2.    Ketidakubahan laju cahaya: laju cahaya memiliki nilai c yang sama dalam semua sistem lembam.
Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak, yang dapat kita ukur hanyalah laju relatif dari dua sistem lembam. Dengan demikian, pertanyaan tentang keberadaan ruang mutlak tidak lagi bermanfaat. Mungkin saja terdapat suatu Sistem Acuan Semesta Agung, tetapi tidak ada satupun percobaan yang dapat kita lakukan untuk menyingkap keberadaannya (atau hubungan kita dengannya). Karena itu, kita dapat saja mengabaikan keberadaan ruang mutlak ini dengan alasan bahwa kita hanya menambah kerumitan yang tidak ada manfaatnya.
Postulat pertama merupaka perluasan dari postulat relativitas pada era Newton. Postulat relativitas Newton menyatakan hukum mekanika (yaitu ketiga buah Hukum Newton) invarian untuk semua kerangka acuan yang inersial. Sedangkan Einstein memperluasnya menjadi tak hanya mekanika saja yang harus invarian terhadap semua kerangka acuan inersial, tetapi juga hukum-hukum yang ada pada kelistrikan dan kemagnetan, misalnya Hukum Gauss, Hukum Biot-Savart, Hukum Faraday, Hukum Ampere yang semuanya tegabung dalam persamaan Maxwell.
Postulat kedua kelihatannya tegas dan pula seolah-olah sederhana. Percobaan Michelson-Morley memang tampaknya menunjukkan bahwa laju cahaya dalam arah lawan-turut dan silang adalah sama. Dan postulat kedua semata-mata menegaskan fakta ini bahwa laju cahaya adalah sama bgi semua pengamat, sekalipun mereka dalam keadaan gerak relatif. Sebagai contoh, andaikan dua pesawat roket sedang saling mendekati dengan laju relatif c/2, ketika salah satu pesawat roket itu menembakkan seberkas cahaya menuju pesawat lainnya. Pesawat roket kedua ini tidak akan mengukur bahwa laju berkas cahaya yang mendekatinya adalah c + (c/2) sebagaimana diperkirakan berlaku menurut relativitas Galileo, yakni persamaan V’z = Vx – u, tetapi malahan tetap c.
Postulat kedua di atas yang “tidak sesuai” dengan pengalaman sehari-hari. Kita biasanya mengamati kecepatan yang rendah, misalnya mobil bergerak, kecepatan kereta api. Pengalaman kita selama ini adalah jika kita naik mobil dengan kcepatan v berpapasan dengan mobil lain yang kecepatannya v, maka kecepatan relatif kita terhadap mobil tadi sebesar
v1 + v2. Jika mobil kita searah maka kecepatan relatifnya v1 - v2. Postulat kedua berkaitan dengan kecepatan cahaya c = 3,0 x 108 ms-1 yang besar, sehingga tak pernah kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Perlu ditekankan, dari postulat kedua dapat disimpulkan bahwa kecepatan benda tak hanya dibatasi sebesar-besarnya adalah c. Bisa saja kecepatan benda
v > c, walaupun akibatnya massa diam (massa ketika benda diam) benda bernilai imajiner. Massa suatu benda bergerak tetap riil atau bernilai positif. Sehingga benda yang kecepatan geraknya lebih besar dari kecepatan cahaya tak pernah diam, selalu bergerak. Contohnya cahaya itu sendiri (photon). Benda-benda dengan v > c disebut tachyon. Sampai saat ini, orang belum berhasil membuktikan keberadaan tachyon.

Akibat Postulat Einstein
Akibat dari postulat Einstein ini adalah pengertian ruang dan waktu, sifat transformasi antarkerangka acuan inersial dan definisi keserentakan harus diperbaiki. Dalam era Newton, ruang diambil sebagai kuantitas relatif sedangkan waktu dipandang sebagai kuantitas mutlak. Salah satu konsekuensi penting dari postulat relativitas Einstein adalah waktu tak dapat dipandang sebagai kuantitas mutlak. Sehingga kuantitas ruang dan waktu bersifat relatif. Ii berakibat harus ditinjau kembalinya pengertian peristiwa serentak dalam teori relativitas Einstein.
Dua peristiwa dikatakan serentak jika peristiwa itu muncul pada waktu yang sama. Untuk peristiwa yang dekat dengan pengamat, keserentakan peristiwa tersebut mudah terlihat. Tetapi, untuk peristiwa yang cukup jauh dari kita, maka cukup menyulitkan untuk  memutuskan keserentakannya. Karena informasi tersebut dibawa oleh cahaya untuk sampai ke pengamat yang tentunya memerlukan waktu.
Tinjau dua pengamat  dan .  menembakkan seberkas cahaya menuju sebuah cermin berjarak L darinya dan kemudian mengukur selang waktu 2 ∆t yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak ke cermin dan kemudian terpantulkan kembali ke . (Tentu saja L = c ∆t). Pengamat  sedang bergerak dengan laju tetap u. Menurut pandang , pengiriman dan penerimaan berkas cahaya ini sama, dan  bergerak menjauhinya () dalam tegak lurus. Percobaan yang sama dari sudut pandang , yang menurutnya  sedang bergerak dengan kecepatan –. Menurut pandangan  ini, berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2 ∆t’ kemudian. Jarak AB baginya adalah 2u ∆t’. Menurut , berkas cahaya menempuh jarak 2L dalam selang waktu 2 ∆t, sedangkan menurut , berkas cahaya itu menempuh lintasan AMB yang berjarak  dalam selang waktu . Menurut relativitas Galileo,  = , dan  mengukur laju cahaya sehingga laju cahaya menurut pengukuran  adalah . Menurut postulat kedua Einstein, ini tidaklah mungkin karena baik  maupun  kedua-duanya haruslah mengukur laju cahaya yang sama, yakni c. Oleh karena itu,  dan  haruslah berbeda. Hubungan antara  dan dapat kita cari dengan mengambil kedua pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut , c = 2L/2, jadi L = c . Menurut , c = 2 , jadi c  = . Dengan menggabungkan keduanya, kita dapati
c  =
dan pemecahannya bagi  adalah
Hubungan di atas merangkumkan efek yang dikenal sebagai pemuluran waktu (time dilation). Menurut persamaan , pengamat  mengukur selang waktu yang lebih lama daripada yang diukur . Ini adalah suatu hasil umum dalam relativitas khusus, yang dapat kita jelaskan sebagai berikut. Tinjau suatu kejadian yang lamanya ∆t. Seorang pengamat  yang diam terhadap kejadian itu (awal dan akhir kejadian berlangsung pada titik yang sama dalam ruang, menurut ) mengukur selang waktu ∆t, yang dikenal sebagai waktu sejati (proper time). Seorang pengamat  yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap  akan mengukur selang waktu ∆t’ yang lebih lama bagi kejadian yang sama ini. Selang waktu ∆t’ selalu lebih lama daripada ∆t, tidak peduli berapa besar atau arah dari u.
Perlu ditekankan bahwa efek ini nyata, tidak hanya berlaku bagi jam-jam yang didasarkan pada berkas-berkas cahaya tetapi juga bagi waktu itu sendiri; semua jam akan berjalan lebih lambat menurut seorang pengamat yang berada dalam keadaan gerak relatif, termasuk jam biologis. Begitupun pertumbuhan usia dan peluruhan sistem hayati mengalami perlambatan karena efek pemuluran waktu.
Efek pemuluran waktu ini dapat diamati dalam berbagai macam percobaan. Sebagai contoh, kita tinjau penciptaan dan peluruhan partikel elementer muon. (Muon dapat dihasilkan dalam tumbukan berenergi tinggi antara partikel-partikel lain). Dalam kerangka diam muon, penciptaan muon dan peluruhannya kemudian (menjadi sebuah elektron dan partikel-partikel lain yang disebut neutrino) berlangsung pada titik yang sama dalam ruang. Oleh karena itu, waktu hidupnya sebagaimana diukur dalam kerangka acuan itu adalah selang waktu sejati ∆t. Selang waktu ini dapat diukur dalam laboratorium, dan didapati sekitar 2 x 10-6 s. Muon juga dihasilkan ketika partikel berenergi tinggi yang disebut sinar kosmik bertumbukan dengan atom pada atmosfer teratas. Muon yang tercipta ini kemudian dengan segera menghambur menuju tanah dengan laju yang hampir sama dengan laju cahaya. Jika muon ini hidup selama 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan kita di tanah dan mereka bergerak dengan laju mendekati
3 x 108 ms-1, maka mereka yang paling jauh hanya dapat menempuh jarak sekitar 600 m, suatu jarak yang amat pendek bila dibandingkan dengan ketinggian atmosfer yang melebihi 100 km. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak akan pernah melihat muon ini pada permukaan bumi, namun kenyataannya mereka masih teramati berada dalam jumlah besar. Penjelasannya terletak pada efek pemuluran waktu. Muon memang hanya hidup selama 2 x 10-6 s dalam kerangka acuan mereka sendiri, tetapi bila dipandang dari kerangka acuan kita, yang melaju menuju muon itu dengan laju tinggi, maka selang waktu ini menjadi lebih lama.
Contoh Soal
2.4.       Berapa cepatkah muon harus bergerak agar mereka masih tetap “hidup” ketika tiba di permukaan bumi?
Jawab:
Anggaplah muon itu bergerak dengan laju menghampiri c. Untuk menempuh jarak 100 km, mereka membutuhkan waktu sekitar
dan darinya

Marilah sekarang kita kembali ke percobaan semula dengan pengamat   dan . Misalkan sekarang bahwa  bergerak sejajar dengan berkas cahaya. Andaikanlah kita meninjau percobaannya dari sudut pandang, maka untuk perjalanan berkas cahaya menuju cermin dalam selang waktu ,  mengamati bahwa cahaya itu menempuh jarak , karena baginya, dalam selang waktu itu, cermin telah bergerak menuju sumber sejauh . Karena pengamat juga mengukur laju cahaya adalah c, maka ia berkesimpulan bahwa
 =
Begitupun pula, berkas cahaya yang dipantulkan kembali ke sumbernya, dalam selang waktu ; menempuh jarak . Oleh karena itu,
 =
Jika kita mengambil 2 ∆t’ sebagai selang waktu total bagi perjalanan bolak-balik berkas cahaya (sebagaimana diambil oleh ), maka
2 ∆t’ =
                                                                                 =  +  =
Kita mengetahui bahwa mengukur laju c yang sama bagi berkas cahaya itu, yang menurutnya menempuh jarak 2L dalam waktu 2 ∆t. Begitupula, kita mengetahui bahwa . Dengan menggabungkan hasil-hasil ini, kita peroleh
 =  =
Jadi, panjang  menurut  lebih pendek daripada panjang  menurut . Hasil ini dikenal sebagai penyusutan panjang (length contraction).
Penyusutan panjang merupakan suatu hasil umum dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengukuran panjang yang kita lakukan secara langsung. Panjang objek yang diukur dalam suatu kerangka pengamatan dimana objeknya diam, dikenal sebagai panjang sejati (proper length), sedangkan panjang yang diukur dalam kerangka pengamatan yang bergerak dengan laju tetap terhadap kerangka diam objek akan menjadi lebih pendek sebanyak yang diberikan oleh persamaan . penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak. Semua komponen arah lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak terpengaruh.
Perlu ditekankan bahwa seperti halnya dengan pemuluran waktu, efek ini juga nyata, yang terjadi bagi semua pengamat dalam keadaan gerak relatif. Bagi seorang pengamat yang berada dalam sebuah pesawat roket yang sedang melewati bumi, kita akan tampak baginya. Namun, kita sama sekali tidak merasakan efek ini. Tentu saja karena ada yang berubah bagi ita dalam kerangka acuan. Begitupula pengamatan kita terhadap pesawat roket yang melewati kita tersebut.
Apabila diasumsikan dalam suatu gambar, maka gambar pengamatan tentang objek ini adalah hal yang ideal karena mata kita tidak dapat melihat penyusutan panjang ini seperti yang diperlihatkan dalam gambar, begitupula dengan kamera yang memotretnya. Untuk memahami mengapa demikian, ingatlah bahwa retina mata kita atau film kamera, hanya memberi tanggapan terhadap suatu deretan bayangan yang jatuh mengenai permukaan retina atau film pada saat yang sama. Misalnya, cahaya dari sisi alas suatu benda menempuh jarak lebih pendek daripada sisi depannya, sehingga cahaya yang dipancarkan lebih dulu dari sisi depan akan mencapai film kamera pada saat yang sama dengan cahaya yang dipancarkan pada waktu yang belakangan dari sisi alasnya. Jadi, ketika kubus berada langsung di atas kepala kita, kita “melihat” sisi bawah dan sisi depannya secara serempak. Satu-satunya jalan agar hal ini dapat terjadi adalah jika kubus tampak sedikit berputar.
Karena jam yang berada dalam sistem koordinat yang sedang bergerak relatif berjalan dengan laju (rate) berbeda, maka konsep kita tentang “waktu mutlak” tidak lagi berlaku. Begitu pula dua peristiwa yang terjadi secara serempak dalam satu kerangka acuan tidak akan lagi serempak dalam kerangka acuan lain yang sedang bergerak. Contoh berikut memberikan kita gambaran tentang beberapa kesulitan (salah paham) yang dapat muncul dari situasi ini.
Contoh soal
2.5.       Seorang pengawas antarplanet mencatat laporan berikut lewat komunikasi elektronik dari sebuah pesawat antariksa yang sedang melewatinya: “Ketika sebuah pesawat lain mendekat, saya kendalikan pesawat saya sedemikian rupa sehingga tepat sejajar di sisinya. Kemudian tepat pada penunjukan waktu tertentu, saya melihat bahwa kedua ujung pesawat kami tepat segaris, seperti yang saya perlihatkan dalam gambar sketsa ini. Pada saat itu saya menembakkan dua berkas sinar laser dari bagian haluan dan buritan pesawat saya, yang saya arahkan pada haluan dan buritan pesawat yang sedang melewati saya itu. Seperti anda ketahui, penembakan berkas sinar laser secara serempak menyilangi haluan dan buritan pesawat merupakan tanda ucapan perdamaian dan persahabatan yang telah disepakati bersama. Tetapi, pesawat tersebut ternyata tidak memberi tanggapan yang bersahabat, malahan balik menembaki pesawat saya sehingga pesawat saya rusak berat”. Analisislah peristiwa ini dari sudut pandang pesawat kedua!
Jawab:
Perlu diingat bahwa dari kerangka acuan pesawat A, panjang pesawat A adalah panjang sejatinya dan semua objek yang bergerak relatif terhadapnya, panjangnya memendek. Jadi, meskipun kedua pesawat itu tampak sama panjang dari sudut pandang A, ini semata-mata menurut kerangka acuan milik A. Panjang sejati pesawat A tampak sama panjang dengan panjang tersusutkan dari pesawat B. (Oleh karena itu, jelas bahwa panjang sejati pesawat B haruslah lebih besar daripada panjang sejati pesawat A). Tentu saja dari kerangka acuan B, kebalikannya juga berlaku. Panjang pesawat B adalah panjang sejatinya sedangkan panjang pesawat A adalah panjang tersusutkan, sehingga seorang pengamat dalam pesawat B akan memberikan laporan sebagai berikut: Ketika sebuah pesawat lain berpapasan dengan pesawat saya, ia menembakkan seberkas sinar laser menyilangi haluan pesawat saya, beberapa saat kemudian, ia menembakkan lagi seberkas sinar laser menyilangi buritan pesawat saya. Karena pesawat yang lewat itu tampak lebih pendek daripada pesawat saya, haluan dan buritan pesawat kami tidak mungkin dapat segaris secara serempak, jadi kedua berkas sinar laser itu seharusnya tidak boleh ia tembakkan secara serempak sebagai tanda ucapan selamat. Karena itu, saya balik menembakinya.
2.6.       Seorang pengamat sedang berdiri pada sebuah peron stasiun ketika sebuah kereta api modern berkecepatan tinggi melewatinya dengan laju u = 0,80c. Pengamat tersebut, yang baginya panjang peron stasiun adalah 60 m, suatu saat mencatat bahwa ujung depan dan belakang kereta itu tepat segaris dengan ujung-ujung peron stasiun.
(a)    Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan kereta untuk melewati sebuah titik tetap pada peron stasiun, menurut pengamat peron?
(b)   Berapa panjangkah panjang sejati kereta?
(c)    Berapa panjangkah peron stasiun, menurut pengamat di dalam kereta?
(d)   Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan sebuah titik tetap pada peron stasiun untuk melewati seluruh badan kereta, menurut pengamat di dalam kereta?
(e)    Bagi seorang pengamat di dalam kereta, ujung-ujung kereta tidak akan secara serempak berada segaris dengan ujung-ujung peron stasiun. Carilah beda waktu antara ketika ujung depan kereta segaris dengan salah satu ujung peron dan ketika ujung belakang kereta segaris dengan ujung yang lainnya!
Jawab:
(a)    Untuk melewati sebuah titik tertentu, kereta api harus menempuh jarak sejauh panjangnya menurut pengukuran pengamat di peron stasiun. Jadi:
(b)   Karena pengamat di peron mengukur panjang tersusutkan kereta api (tetapi ia mengukur panjang sejati peron) 60 m, maka panjang sejati kereta adalah:
(c)    Pengamat di kereta mengamati bahwa peron stasiun memiliki panjang tersusutkan , yang berhubungan dengan panjang sejatinya  melalui hubunga:
(d)   Karena panjang kereta api 100 m, maka:
Perhatikan bahwa selang waktu ini telah kita sebut  untuk menunjukkan bahwa ia bukanlah selang waktu sejati. Peristiwa bersilangannya sebuah titik pada peron stasiun dengan ujung depan kereta kemudian dengan ujung belakangnya tidaklah terjadi pada titik yang sama dalam ruang menurut pengamat di kereta api. Tentu saja, dari bagian (a) dan  berkaitan melalui rumus pemuluran waktu.
(e)    Selang waktu antara ketika ujung depan kereta api segaris dengan salah satu ujung peron stasiun dan ketika ujung belakang kereta api segaris dengan ujung lain peron stasiun itu adalah tidak lain daripada jarak yang “ditempuh” stasiun, 100 m – 36 m = 64 m, bagi laju relatif, yakni:
Jadi, kedua peristiwa yang tampak serempak dalam satu kerangka acuan ternyata terjadi dalam selang waktu 2,7 x 10-7 s bagi kerangka acuan lainnya.

Karena dua pengamat yang dalam keadaan gerak relatif mengukur selang waktu yang berbeda, maka kita dapat pula bertanya apakah pengukuran frekuensi juga berbeda. Dalam fisika klasik dipelajari tentang efek Doppler bagi gelombang suara, yang menerangkan bahwa bila sumber dan pengamat bergerak dengan laju vs dan vo relatif terhadap zat perantara, maka frekuensi v’ yang didengar pengamat O berbeda dari frekuensi v yang dipancarkan sumber S. Hubungannya adalah
tanda aljabar yang atas kita pilih apabila S bergerak menuju O, atau O menuju S (v adalah laju gelombang dalam zat perantara). Karena semua kecepatan diukur terhadap zat perantara (udara tenang, misalnya), maka gerak sumber memberi pergeseran Doppler yang berbeda dari yang disebabkan gerak pengamat. Sebagai contoh, untuk gelombang suara dalam udara, v = 340 m/s. Andaikanlah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1000 Hz. Jika sumber dan pengamat bergerak saling mendekati dengan laju 30 m/s, maka kita dapat mencirikan tiga situasi berikut dari banyak kemungkinan lainnya:
1.    Sumber diam dalam zar perantara, sedangkan pengamat bergerak dengan laju 30 m/s menuju sumber:
2.    Pengamat diam, sumber bergerak menuju pengamat dengan laju 30 m/s:
3.    Sumber dan pengamat masing-masing bergerak saling mendekati dengan laju 15 m/s relatif terhadap zat perantara:
Perhatikan bahwa nilai  berbeda untuk ketiga kasus ini. Yang berarti, kita dapat membedakan “”gerak mutlak” terhadap zat perantara yang merambatkan gelombang bunyi.
Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa situasi seperti ini tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak membutuhkan zat perantara (tidak ada “eter”) dan tidak ada percobaan yang dapat mengungkapkan gerak mutlak. Oleh karena itu, kita mensyaratkan bahwa bagi gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan gerak pengamat, melainkan hanya melibatkan gerak relatif.
Andaikanlah pengamat O memiliki sumber radiasi yang memancarkan gelombang cahaya yang berfrekuensi v (menurut pengukuran O). Pengamat O’, yang sedang bergerak dengan laju u relatif terhadap O, mengukur frekuensi yang lebih besar jika ia bergerak menuju O (lebih banyak muka gelombang yang melewatinya tiap detik). Sebaliknya, bila ia bergerak menjauhi O, ia mengukur frekuensi yang lebih kecil.
Marilah kita tinjau situasi ini dari sudut pandang O’, untuk kasus jarak antara O’ dan sumber berkurang (O’ bergerak menuju O). Jika T’ adalah selang waktu antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O’ dan adalah panjang gelombang yang dilihat O’, maka menurut O’, jarak antara dua puncak gelombang adalah , karena setelah satu puncak gelombang tertentu bergerak sejauh barulah sumber memancarkan puncak gelombang berikutnya, sementara sumbernya sendiri telah bergerak sejauh . Jadi:
Selang waktu antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O’ berkaitan dengan selang waktu T antara dua puncak gelombang menurut pengukuran O, menurut rumus pemuluran waktu ; T berkaitan dengan frekuensi v yang diukur O menurut hubungan T = 1/v. Panjang gelombang yang diukur O’ berkaitan dengan frekuensi v’ yang diukur O’ menurut hubungan c = . Jadi
atau
Persamaan di atas merupakan rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan kedua postulat Einstein. Perhatikan bahwa (tidak seperti halnya dengan rumus klasik) rumus ini tidak membedakan antara gerak sumber dan pengamat, dan hanya bergantung pada laju relatif u. (Jika sumbernya bergerak menjauhi pengamat, maka dalam rumus pergeseran Doppler, ganti u dengan –u).
 Bukti yang diperoleh dengan cara ini menunjukan bahwa hampir semua galaksi yang kita amati sedang bergerak menjauhi kita. Ini memberikan kesan bahwa alam semesta sedang mengembang, yang lazimnya diambil sebagai bukti mendukung bagi teori kosmologi “Big Bang”.
Contoh Soal
2.7.       Sebuah galaksi jauh sedang bergerak menjauhi Bumi dengan laju yang cukup tinggi sehingga garis (spektrum) hidrogen biru berpanjang gelombang 434 nm terekam pada 600 nm, dalam rentang spektrum merah. Berapakah laju galaksi itu relatif terhadap Bumi?
Jawab:
Karena , maka  dan persamaan  menunjukkan bahwa galaksi tersebut bergerak menjauhi Bumi. Dengan demikian, kita peroleh:
atau dengan menggunakan  dan ,
Jadi, galaksi tersebut bergerak menjauhi Bumi dengan laju 9,3 x 107 m/s.

2 komentar: